Minggu, 27 Desember 2009

Filsafat Pendidikan Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim merupakan teladan (Q.S al-Mumtahinah, 04) di dalam pendidikan unggulan di dunia modern. Karena Nabi Ibrahim ternyata sangat cerdas di dalam melihat fenomena yang sedang terjadi dan berkembang disekitarnya. Saat Istri Ibrahim melahirkan Ismail, dimana Babylonia kala itu, tidak memungkinkan untuk sebuah pertumbuhan (tarbiyah) seorang anak. Seperti emosional, piritual, walaupun secara fisik anak bisa tumbuh dengan baik dan sempurna. Ibrahim segera mengambil inisiatif, yaitu membawa istri dan putrinya menjauhi tempat yang banyak vitus pendidikan.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh Nabi Ibrahim agar supaya pertumbuhan anak bisa berkembang dengan baik, sebagai berikut:

a. Memilih Tempat :

Nabi Ibrahim memilih kota Makkah. Di tempat sacral inilah Ibrahim memluai hidupnya. Ismail masih balita, ia ingin menyelamatkan keluarganya dari suasana yang tidak kondusif, yang sekaligus menyelamatkan anak dan keluarganya dari komunitas yang penuh dengan kesyirikan kala itu. Di tempat ini, Ibrahim meninggalkan anak dan istrinya. Langkah ini diambil dalam rangka ingin menyelamatkan keturuanan dari kesyrikan, serta komunitas yang tidak baik bagi masa depan pertumbuhan anaknya. Dalam sebuah ayat al-Qur’an, Allah SWT berfirman:” Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.[1] Nabi Ibrahim memilih kota Makkah yang masih bersih nan suci. Ia yakin kelak anak dan istrinya akan menjadi orang yang bermanfaat, karena tempat tersebut mendukung bagi kelangsungan pertumbuhan spritualnya. Walaupun kondisi Makkah pada waktu itu sangat tandus nan kering. Tapi, ia benar-benar yakin, bahwa Allah SWT ikut campur tangan di dalam mendidik anaknya untuk menjadi generasi sholih, yang selalu menjalankan perintah-Nya. Di dalam dunia pendidikan modern, memilih lembaga pendidikan formal sangat penting, baik Negeri atau swasta. Tempat (lembaga Pendidikan) modern harus memiliki criteria, antara lain (1) Bagus serta Kondusif ketika dalam proses belajar mengajar (2) Lingkungan sehat, dan pergaulan juga mendukung (3) Manajemennya bagus dan disinplin, baik proses belajar atau adminitrasinya (4) Terhindar dari kontaminasi barang-barang terlarang (5) Kualitas tenaga pengajarnya mumpuni disiplin ilmunya masing-masing.

b. Motivasi Orangtua: Ibrahim adalah sosok yang senantiasa memberikan motivasi terhadap putra-berupa do’a. Beliau sadar, bahwa dirinya tidak bisa memberikan dorongan, atau menumbuhkan (mendidik) fisik secara langsung. Oleh karena itu, beliau memberikan makanan ruhani (do’a) setiap saat, agar putranya senantiasa mampu melangsungkan kehidupan di Makkah bersama Ibunya. Dorongan do’a Ibrahim itu tertuang di dalam al-Qur’an yang artinya:” Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur. di dalam redaksi lain, Nabi Ibrahim berdo’a ‘’ Ya Allah, jadikanlah kami orang yang senantiasa menjaga sholat dan juga keturunanku”.

c. Kompak Dengan Istri. Ibrahim bukan hanya memilih tempat yang tepat. Tetapi, sang istri juga termasuk wanita tangguh serta sholihah. Lihat saja, ketika Ibrahim diutus meninggalkan kota Makkah menuju palestina. Sang istri tegar serta perkasa. Hajar menjadi single parent, selama Nabi Ibrahim pergi ke-Palestina dalam rangkan melaksanakan perintah-Nya. Sejak kaki menginjak tanah Makkah, ia melempar pan­dangan pada tanah kosong yang ada di sekelilingnya dengan perasaan tak menentu disertai pertanyaan kepada Ibrahim apakah ia telah meninggalkan mereka. la tak menjawab. Lalu ia bertanya adakah ini perintah Allah? Ibrahim lalu mengiyakan. Mendengar jawaban itu ia berkata, “Jika demikian halnya, Tuhan tak akan membuat kita sia-sia.” Pada akhirnya, air Zamzam menyembur dari dalam tanah gersang membasahi kaki si kecil, Isma’il.[2] Hajar begitu ihlas, sedangkan Ibrahim begitu yakin dengan istrinya yang mampu mendidik anaknya.

a. Demokratis. Di samping menjadi ayah yang baik bagi kedua istri, dan anak-anaknya. Ternyata, Nabi Ibrahim sosok pendidik yang demokratis. Beliau r.a lebih mengedepankan pendekatan musawarah. Ini terlihat ketika ia, sedang bermimpi (wahyu), agar menyembelih Ismail. Ibrahim tidak bertindak otoriter, atau diktaror terhadap sang putra. Di dalam al-Qur’an dialog antara Ibrahim dan Ismail di abadikan sebagai berikut “Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar” Selanjutnya, al-Qur’an menjelaskan dialog antara anak yang sabar (Ismail) dengan orangtuanya yang demokratis. Nabi Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah, bagaimana menurut pendapatmu! ia menjawab: “Hai Ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar“. Selanjutnya, ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).[3]

Di dalam dunia pendidikan, Filsafat pendidikan Nabi Ibrahim perlu direnungi untuk menghasilkan generasi unggulan dan berkualitas. Jika dilihat dari kontek ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa Ibrahim lebih mementingkan makanan ruhani seorang anak dari pada makanan jasmani. Dilihat dari kondisi tempat, Makkah saat itu sangat kering, tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan fisik (makan, minum). Tapi, tempat itu sangat memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan rohani (spiritual). Dan ternyata, kekuatan spiritual itu yang mampu membentuk kepribadian seorang anak dikemudian hari.

Terahir, yang dilakukan Nabi Ibrahim adalah tawakkal kepada-Nya. Karena hanya tawakkal inilah yang bisa menghilangkan rasa kekhawatiran-kekhwatiran yang menyelimuti dirinya. Bagaimana mungkin, sang ayah meninggalkan anak dan istrinya ditempat yang kering, tandus, tiada satupun orang, semesntara itu tidak ada tumbuhan yang dapat di makanan, atau mata air yang bisa digunakan air minum.

Di dalam sebuh do’a Nabi Ibrahim memohon kepada-Nya, dengan curahan air mata agar do’a yang dipanjatkan dikabulkan serta menjadi sebuah kenyataan, bukan hanya sekedar teori-teori yang Nampak dipermukaan.
[1] . Q.S Ibrahim (14): 37

[2] . Irsad, Abd.Adzim Makkah, Keajaiban dan Keagungan Kota Suci,-149-Aplus- Arruzmedia- Jokjakarta, 2009.

[3] . Q.S al-Shofaat 101-103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kritik yang bersifat membangun dan sopan kami akan memper timbangkan setiap komentar anda terimakasih.